Setumpuk 'PR' Untuk Biden

Sejumlah pengamat politik internasional menilai langkah Joe Biden dalam memimpin AS berat lantaran adanya setumpuh PR besar yang diwariskan Trump.
Jakarta, --

Joe Biden resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46 menggantikan pendahulunya, Donald Trump, pada Rabu (20/1). Kamala Harris juga turut dilantik dalam kesempatan yang sama menggantikan Mike Pence.

Sejumlah pengamat politik internasional menganggap hingga hari terakhir Trump menjabat di Gedung Putih, ia mewariskan dunia yang lebih berbahaya bersama setumpuk masalah bagi AS.

Masalah tersebut termasuk warga AS yang dinilai semakin terpecah, gerakan ekstremisme yang dipicu kerusuhan di Capitol Hill, hingga ancaman perang nuklir yang semakin signifikan setelah Iran kembali menaikkan tingkat pengayaan uranium.

Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, mengatakan kemenangan Biden dalam pemilihan umum November lalu memicu harapan besar dari banyak pihak terhadap pemerintahan baru AS.

"Ini tanggung jawab yang sangat signifikan bagi Biden. Pemerintahan Biden akan menghadapi banyak PR untuk memulihkan AS," kata Suzie kepada CNNIndonesia.com pada Rabu (20/1).

Suzie mengatakan Biden memikul tugas yang sangat berat sebagai presiden AS lantaran pendahulunya banyak meninggalkan "warisan" kebijakan yang tidak strategis bagi Negeri Paman Sam.

Selama empat tahun menjabat di Gedung Putih, ujar Suzie, Trump banyak mengambil kebijakan yang dinilai ekstrem dan mempersulit posisi AS di mata dunia.

Beberapa kebijakan ekstrem itu di antaranya terdiri dari keputusan Trump menarik AS keluar dari sejumlah organisasi dan perjanjian internasional.

Selama empat tahun masa jabatannya, Trump juga banyak mengubah kedekatan AS dengan negara sekutu menjadi hubungan bisnis yang sangat transaksional.Trump pernah menuduh mitra AS seperti Korea Selatan, Jerman, dan Kanada mencoba menipu negaranya.

Ia bahkan kerap menuntut negara anggota Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO) untuk membayar lebih banyak lagi untuk organisasi tersebut. Ia menganggap selama ini AS yang menanggung sebagian besar beban finansial aliansi keamanan itu.

Sikap Trump itu, kata Suzie, menjadikan dunia tidak lagi melihat AS sebagai negara yang dapat diandalkan.

"Karena itu, agenda utama politik luar negeri Biden sepertinya akan berfokus pada kawasan Eropa, karena (AS) ingin berupaya mendekatkan diri lagi terhadap aliansi utamanya yang sudah dirobek-robek Trump. Trump kan tidak suka sekali dengan Uni Eropa," papar Suzie.

Dari dalam negeri, Suzie juga mengatakan Trump kerap melontarkan klaim-klaim tidak berdasar memicu dan menyulut perpecahan di antara warga AS. Sebagai contoh, Suzie menyinggung kerusuhan massa pendukung Trump di Gedung Capitol Hill pada 6 Januari lalu.

Menurut Suzie, kerusuhan itu sedikit banyak dipicu oleh klaim tanpa dasar Trump yang menganggap dirinya telah dicurangi dan hasil pemilihan umum tidak valid. Ia mengatakan klaim-klaim tanpa dasar Trump selama ini cukup mempengaruhi para pendukung garis kerasnya.

Menurut Suzie, Trump tak hanya meninggalkan AS dengan kondisi yang semakin terpecah, tapi juga menjadikan negara itu "arena kekerasan politik".

"Trump sebenarnya mewakili kaum kapitalis AS dan ia berhasil menghasut kaum-kaum ekstrem kanan di AS. Gerakan ekstremisme tidak berakhir di kerusuhan Capitol Hill, ini bisa jadi ancaman keamanan domestik AS ke depannya," ujar Suzie.

"PR Biden berat sekali, yakni mempersatukan dan membudayakan sesuatu yang bersifat moderat di AS yang semakin terpecah," paparnya menambahkan.